Jumat, 21 Maret 2014

CARA MEMBENTUK FONEM DAN KONSONAN


KATA PENGANTAR

          Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan salah satu tugas makalah yaitu “Pembentukan fonem dan konsonan” dalam kebahasaan 2. Makalah ini membahas tentang beberapa metode pembelajaran dalam kebahasaan yang bertujuan untuk mengetahui penerapan kosa kata terhadap peserta didik yang karakteristiknya berbeda-beda.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kebahasaan 2. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.










Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarkat atau remaja yang mengenal bahasa Indonesia secara benar. Kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa komunikasi. Sebenarnya itu adalah kesalahan besar masyarkat kita. Masyarakat tidak bangga dengan bahasa resminya. Mereka lebih bangga dengan bahasa yang telah mereka rusak sendiri. Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia yang baik lebih bangga dengan bahasa resmi kita, tidak dengan bahasa gaul yang telah kita ciptakan sendiri tanpa menggunakan kaidah EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi masalah yang serius bagi kita. Dan sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang baik, mau mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
Fonemik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa dengan memperhatikan apakah bunyi tesebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sebagai mana diketahui bahwa fonemik sacara fungsional dipertentangkan dengan fonetik, karena fonemik mengkhususkan perhatianya pada makna yang ditimbulkan oleh sebuah bunyi bahasa ketika dituturkan sedangkan fonetik hanya memfokuskan bagaimana bunyi bahasa dapat dituturkan secara benar baik dari segi cara maupun dari segi tempat artikulasinya.











B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan fonem ?
2.      Bagaimana cara pembentukan fonem ?
3.      Berdasarkan apa saja pembentukan fonem ?
4.      Apa saja macam-macam fonem ?
5.      Bagaimana pembentukan konsonan ?
6.      Berdasarkan apa saja pembentukan konsonan ?
7.      Apa saja macam-macam konsonan ?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui definisi fonem .
2.      Mengetahui cara pembentukan fonem .
3.      Mengetahui berdasarkan apa saja pembentukan fonem .
4.      Mengetahui macam-macam fonem .
5.      Mengetahui  pembentukan konsonan .
6.      Mengetahui berdasarkan apa saja pembentukan konsonan .
7.      Mengetahui  macam-macam konsonan .

D.    Manfaat
Melalui makalah ini pembaca dapat lebih jauh memahami tentang cara pembentukan fonem dan pembentukan konsonan, yang tidak hanya mahir  berbahsa Inndonesia melainkan mengetahui dan memahami lebih jauh yang merupakan bagian dari kebahasaan salah satunya fonem dan konsonan.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    CARA MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti. Ilmu yang mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Fonemik merupakan bagian dari fonologi. Fonologi ini khusus mempelajari bunyi bahasa. Untuk mengetahui suatu fonem harus diperlukan pasangan minimal.
Bunyi bahasa yang disebut fon dibentuk dengan cara diartikulasikan. Berdasarkan sifatnya, artikulator terbagi dua, yakni: 1) artikulator aktif dan 2) artikulator pasif. Artikulator aktif biasanya berpindah-pindah posisi untuk menentukan titik artikulasi guna menghasilkan bunyi bahasa. Menurut Lapoliwa (1981:18), hubungan posisional antara artikulator aktif dan artikulator pasif disebut striktur (strictrure). Oleh karena vokal tidak mempunyai artikulasi, strukturnya ditentukan oleh celah antara lidah dan langit-langit. Sesuai dengan strukturnya, di bawah ini dikemukakan cara–cara membentuk fonem, baik vocal maupun konsonan.
Perubahan fonem bahasa Indonesia bisa terjadi karena pengucapan bunyi ujaran memiliki pengaruh timbal balik antara fonem yang satu dengan   yang   lain. 
1.       Alofon adalah variasi fonem karena pengaruh lingkungan suku kata. Contoh : simpul-simpulan. Fonem /u/ pada kata [simpul] berada pada lingkungan suku tertutup dan fonem /u/ pada kata [simpulan] berada pada lingkungan suku terbuka. Jadi, fonem /u/ mempunyai dua alofon, yaitu [u] dan (u).
2.      Asimilasi adalah proses perubahan bunyi dari tidak sama menjadi sama atau hampir sama. Contoh: in + moral ? immoral ? imoral.
3.      Desimilasi adalah proses perubahan bunyi yang sama menjadi tidak sama. Contoh : sajjana menjadi sarjana.
4.      Diftongisasi adalah perubahan monoftong menjadi diftong. Contoh: anggota menjadi anggauta.
5.      Monoftongisasi   adalah   proses   perubahan   diftong   menjadi monoftong. Contoh: ramai, menjadi rame.
6.      Nasalisasi adalah persengauan atau proses memasukkan huruf nasal (n, m, ng, ny) pada suatu fonem. Contoh : me/m/ pukul menjadi memukul.

1.      Cara Pembentukan Vokal
Vokal (Vokoid) yaitu bunyi ucapan yang terbentuk oleh udara yang keluar dari paru-paru dan ketika melalui tenggorokan mendapat hambatan. Kualitas vokal umumnya ditentukan oleh tiga hal, yakni:
(1) bulat-hamparnya bentuk bibir,
(2) atas-bawah lidah, dan
(3) maju–mundurnya lidah.
Pemerian klasifikasi vokal diperkenalkan oleh Daniel Jones (1958:18) dengan istilah sistem vokal kardinal. Vokal kardinal adalah bunyi vokal yang mempunyai kualitas tertentu, yang telah dipilih sedemikian rupa untuk dibentuk dalam suatu rangka gambar bunyi. Rangka gambar bunyi ini dapat dipakai sebagai acuan perbandingan dalam deskripsi vokal seluruh bahasa dunia. Vokal cardinal dilambangkan dengan [i, e, ε, a, α, ə, o, dan u] dalam International Phonetics Association (Marsono, 1989: 26). Adapun vokal dalam bahasa Indonesia berjumlah enam buah, yakni: [a], [i], [u], [ε], [o], dan [ə]. Pembentukan vokal ini didasarkan pada posisi bibir, tinggi rendahnya lidah, dan maju mundurnya lidah.

a.      Pembentukan vokal berdasarkan Tinggi rendahnya Lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah, vokal dapat dibedakan diatas:
(a) vokal tinggi atau atas yang dibentuk apabila rahang bawah merapat ke rahang atas: [i] dan [u]
(b) vokal madya atau tengah yang dibentuk apabila rahang bahwa menjauh sedikit dari rahang atas: [e] dan [o]
(c) vokal rendah atau tengah yang di bentuk apabila rahang bawah diundurkan lagi sejauh-jauhnya: [a].
Kedudukan lidah dalam mengucapkan vokal ini dapat terlihat setelah menggunakan pemotretan sinar X, sehingga dapat diketahui titik tertinggi letak ketinggian lidah yang melengkung.
b.      Pembentukan vokal berdasarkan Maju mundurnya Lidah
Berdasarkan bagian lidah yang bergerak atau maju mundurnya lidah,
vokal dapat dibedakan atas:
1.      vokal depan, yakni vokal yang dihasikan oleh gerakan turun naiknya lidah bagian depan, seperti: [i, e, ε, a].
2.      vokal tengah, yakni vokal yang dihasilkan oleh gerakan lidah bagian tengah, misalnya: [ə].
3.      vokal belakang, yakni vokal yang dihasilkan oleh gerakan turun naiknya lidah bagian belakang atau pangkal lidah, seperti: [u] dan [o].
4.       
c.       Pembentukan Vokal Berdasarkan Posisi Bibir
Berdasarkan bentuk bibir sewaktu vokal diucapkan, vokal dibedakan atas:
1.       vokal bulat, yakni vokal diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Bentuk bibir bulat bisa terbuka atau tertutup. Jika terbuka, vokal itu diucapkan dengan posisi bibir terbuka bulat (open-rounded). Misalnya, vokal [u, o].
2.        vokal tak bulat, yakni vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya, [a, i, e, ə]



2.      Striktur
Struktur adalah keadaan hubungan posisional (aktif) dengan pasif atau titik artikulasi. Karena vokal tidak mengenal artikulasi, struktur untuk vokal ditentukan oleh jarak antara lidah dengan langit-langit. Dilihat dari strikturnya, vocal dibedakan atas empat jenis, yakni vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal
terbuka, dan vokal semi-terbuka.
a.       vokal tertutup, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal. Jika digambarkan, vokal tertutup ini terletak pada garis yang menghubungkan antara [i] dan [u]. Karena itu, menurut strukturnya vokal [i] dan [u] merupakan vokal tertutup.
b.      vokal semi-tertutup, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua pertiga diatas vokal yang paling rendah, terletak pada garis yang menghubungkan antara vokal [e] dengan [o]. Karena itu, vokal [e] dan [o] termasuk vokal semi-tertutup.
c.       vokal semi-terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal [ε] dengan [o]. Dengan demikian, vocal [ε] dan [o] termasuk vokal semi-terbuka
d.      vokal terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin kira-kira pada garis yang menghubungkan antara vokal [a] dengan [A]. Karena itu, kedua vokal itu termasuk vokal terbuka. Berdasarkan posisi lidah, tinggi-rendahnya lidah, maju mundurnya lidah , dan strikturnya, vokal dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.




3.      Vokal

Depan
Tengah
Belakang
Struktur
Tak bulat
Tak bulat
Bulat
Netral
Tinggi
I

u

Tertutup semi-tertutup
Madya
e
ə
O ?

Semi-tertutup
Rendah

a

α
terbuka


4.      Membedakan dan Melafalkan Fonem Bahasa Indonesia
Secara umum bunyi bahasa dibedakan atas vokal, konsonan, dan semi- vokal. Perbedaan antara vokal dan konsonan didasarkan pada ada atau tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. Agar lebih jelas, Anda dapat melihat tabel berikut.
Vokal
Konsonan
  Bunyi   yang   tidak   disertai hambatan   pada   alat   bicara. Hambatan   hanya   terdapat pada pita suara.
  Tidak terdapat artikulasi
  Semua vocal dihasilkan dengan bergetarnya      pita  suara.  Dengan     demikian, semua   vokal   adalah   bunyi suara.                                  
  Bunyi yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
  Terdapat artikulasi.
  Konsonan   bersuara   adalah konsonan   yang   dihasilkan dengan      bergetarnya      pita suara.   Konsonan   tidak   bersuara   adalah   konsonan   yang dihasilkan tanpa bergetarnya pita suara.

5.      Monoftong
Monoftong atau vokal murni (pure vowels) ialah bunyi vokal tunggal yang terbentuk dengan kualitas alat bicara (Iidah) tidak berubah dan awal hingga akhir artikulasinya dalam sebuah suku kata (Kridalaksana, 1987:109). Secara praktis monoftong atau vokal tunggal biasa hanya disebut dengan istilah vokal saja. Artinya, yang dimaksud dengan istilah vokal adalah vokal tunggal, sedangkan diftong adalah vokal rangkap. Berikut akan diuraikan monoftong dalam bahasa Indonesia,

6.      Diftong
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ciri diftong ialah waktu diucapkan posisi lidah yang satu dengan yang lain saling berbeda. Perbedaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturnya (jarak lidah dengan langit-langit). Berdasarkan itu pula maka diftong kemudian dikiasifikasikan. Klasifikasi diftong dengan contoh dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris diuraikan di bawah ini.
7.      Diftong Naik (Rising Diphtongs)
Diftong naik (rising diphtongs) ialah jika vokal yang kedua diucapkan dengän posisi lidah Iebih tinggi daripada yang pertama. Karena lidah semakin menaik, dengan demikian stnikturnya semakin tertutup, sehingga diftong mi juga dapat disebut diftong menutup (closing diphtongs). Berikut akan diuraikan diftong naik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Menurut Soebardi (1973:8-9), bahasa indonesia mempunyai tiga jenis diftong naik, yaitu:
1.                           Diftong naik-menutup-maju [aI], misalnya pada kata pakai, lalai, pandai, nilai, tupai, sampai.
2.                            Diftong naik-menutup-maju [oi], misalnya pada kata amboi, sepoi-sepoi.
3.                            Dif tong naik-menutup-mundur [aU], misalnya pada kata saudara, saudagar, lampau, surau, pulau, kacau.
Dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan diftong turun
tidak ada. Diftong naik pada BBM ini diambil contohnya dari bahasa Inggris. Di
dalam bahasa Inggris terdapat dua jenis diftong turun, yakni:
1) Diftong turun membuka-memusat [iə], misalnya dalam kata ear.
2) Diftong turun membuka-memusat [uə], misalnya dalam kata poor

B. PEMBENTUKAN KONSONAN

Dalam Kegiatan Belajar ini dibahas berbagai jenis pembentukan konsonan. Menurut Marsono (1989:60), perbedaan klasifikasi vokal dengan konsonan terletak pada fisiologisnya karena antara konsonan yang konsonan yang satu dengan yang lainnya lebih mudah dibedakan daripada vokal-vokal. Konsonan dibedakan menurut:
1.                          cara hambat (cara artikulasi) atau tempat hambatan (tempat artikulasi),
2.                          hubungan posisional antara penghambat-penghambatnya atau hubungan antara artikulator aktif dan pasif (striktur), dan
3.                          bergetarnya pita suara.
1.      Pembentukan Konsonan Berdasarkan Cara Artikulasi dan Tempat Artikulasi
a.      Konsonan hambat (stop)
konsonan yang dihasilkan dengan cara menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi. Konsonan yang dihasilkan ialah [p], [t], [c], [k], [b], [d], [j], [g], dan [?]. Konsonan hambat yang disudahi dengan letupan disebut konsonan eksplosif, misalnya [p] pada kata lapar, pukul, dan lipat. Konsonan hambat yang tidak diakhiri oleh letupan disebut konsonan implosif, misalnya [p] pada kata kelap, gelap, dan tetap.
b.      Konsonan geser atau frikatif,
konsonan yang dihasilkan dengan cara menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru. Konsonan yang dihasilkan ialah [f], [v], [x], [h], [s], [Š], z, dan x.
c.       Konsonan likuida atau lateral,
konsonan yang dihasilkan dengan menaikkan lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan melalui kedua sisi lidah. Konsonan yang dihasilkan ialah [l].
d.      Konsonan getar atau trill,
konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan dan menjauhkan lidah ke alveolum dengan cepat dan berulang-ulang sehingga udara bergetar. Bunyi yang terjadi disebut konsonan getar apikal [r]. Jika uvula yang menjauh dan mendekat ke belakang lidah terjadi dengan cepat dan berulang-ulang, akan terjadi konsonan getar uvular [R].
e.       Semi-vokal,
 bunyi konsonan yang pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Misalnya, semivokal [w] dan [y]. Bunyi bilabial [w] dibentuk dengan tempat artikulasi yang berupa bibir atas dan bibir bawah.

2.      Pembentukan Konsonan Berdasarkan Strikturnya
Berdasarkan strukturnya, yakni hubungan antara artikulator dan titik
artikulasi, konsonan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas konsonan
bilabial, labiodental, apikodental, apiko-alveolar, [alatal, velar, glottal, dan
konsonan laringal.



a.      Konsonan bilabial,
 konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [p], [b], [m], dan [w].
b.      Konsonan labiodental,
konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah [f] dan [v].
c.       Konsonan apiko-dentall,
 konsonan yang dihasilkan dengan ujung lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi (alveolum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [s], [z], [r], [l].
d.      Konsonan palatal atau lamino-palatal,
konsonan yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah (lamina) sebagai artikulator dan langit-langit keras (palatum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan [c], [j], [Š], [ñ], dan [y].
e.       Konsonan velar atau dorso-velar,
konsonan yang dihasilkan oleh belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator dan langit-langit lembut (velum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [k], [g], [x], dan [h].
f.        Konsonan glottal atau hamzah,
konsonan yang dihasilkan dengan posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup glotis. Udara sama sekali dihalangi.
g.      Konsonan laringal,
konsonan yang dihasilkan dengan pita suara terbuka lebar sehingga udara yang keluar digesekkan melalui glotis. Bunyi yang dihasilkan ialah h.



3.      Pembentukan Konsonan Berdasarkan Bergetarnya Pita Suara
Berdasarkan posisi pita suara atau bergetar tidaknya pita suara, konsonan dapat dibedakan atas konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara. Konsonan bersuara, yaitu konsonan yang terjadi jika udara yang keluar dari rongga ujaran turut menggetarkan pita suara. Konsonan yang dihasilkan ialah [m], [b], [v], [n], [d], [r], [ñ], [j], [h], [g], dan [R].
a.      Konsonan tak bersuara,
konsonan yang terjadi jika udara yang keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan pita suara. Konsonan yang dihasilkan ialah [p], [t], [c], [k], [?], [b], [d], [j], [g], [f], [s], [Š],[x], [h], [r], [1], [w], dan [y] .
b.      Konsonan nasal,
konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui rongga hidung. Konsonan yang dihasilkan ialah [m], [n], [ñ], dan [h]
c.       Konsonan Hambat Letup Bilabial
Konsonan letup hambat bilabial terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulkator pasifnya adalah bibir atas, contohnya [p, b].Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat. Bibir bawah yang menekan rapat pada bibir atas itu kemudian secara tibatiba dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
d.       Konsonan Hambat Letup Apiko-Dental
Konsonan hambat letup apiko-dental terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [t, d], seperti dalam kata tiba.  Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan rapat pada gigi atas bagian dalam, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat. Ujung lidah yang menekan rapat pada gigi atas itu kemudian secara tiba-tiba dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
e.        Konsonan Hambat Letup Apiko-Alveolar
Konsonan hambat letup apiko-alveolar terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [t, d] dalam bahasa Inggris town dan down.  Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan rapat pada gusi, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat. Ujung lidah yang menekan rapat pada gusi itu kemudian secara tiba-tiba dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
f.       Konsonan Hambat Letup Apiko-Palatal [ț, d]
Konsonan hambat letup apiko-palatal terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [ț,, d] dalam bahasa Jawa thukul Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan rapat pada langit-langit keras, sehingga udara yang dihembuskan dari paruparu terhambat untuk beberapa saat. Ujung lidah yang menekan rapat pada langit-langit keras itu kemudian secara tiba-tiba dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
g.      Konsonan Hambat Letup Medio-Palatal [c, j]
Konsonan hambat letup medio-palatal terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [c, j]. Tengah lidah menekan rapat pada langit-langit lunak. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak bisa keluar melalui rongga hidung. Karena 1) dan 2) maka udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat.  Secara tiba-tiba tengah lidah yang menekan rapat kemudian dilepaskan, terjadilah letupan sehingga udara keluar dari mulut.
h.      Konsonan Hambat Letup Dorso-Velar [k, g
Konsonan hambat letup dorso-velar terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan adalah [k, g].  Pangkal lidah menekan rapat pada langit-langit lunak. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat.  Secara tiba-tiba pangkal lidah yang menekan rapat kemudian dilepaskan, terjadilah letupan sehingga udara keluar dari mulut.
i.        Konsonan Nasal Bilabial [m]
Konsonan nasal bilabial terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [m]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan.  Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas.  Karena 1) dan 2) maka jalannya udara dari paru-paru melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar.
j.        Konsonan Nasal Apiko-Aveolar [n]
 Konsonan nasal apiko-alveolar terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [n]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu ujung lidah ditekankan pada gusi. Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung.Pita suara ikut bergetar.
k.      Konsonan Nasal Medio-Palatal [ñ]
Konsonan nasal medio-palatal terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [ñ].\
l.        Konsonan Nasal Dorso-Velar [ŋ]
Konsonan nasal dorso-velar terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan  adalah [ŋ]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan rapat pada langit-langit lunak.  Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar.
m.    Konsonan Lateral [ll
Konsonan lateral dibentuk dengan menutup arus udara di tengah rongga mulut, sehingga udara keluar melalui kedua sisis atau satu sisi saja. Struktur konsonan ini adalah renggang lebar.  Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan rapat pada langit-langit lunak. Ujung lidah (dan kedua sisa daun lidah yang tidak terlihat dalam gambar) menyentuh rapat pada gusi, sehingga arus udara melalui tengah mulut terhalang. Karena udara melalui tengah mulut terhalang maka udara yang dihembuskan dari paru-paru keluar melalui kedua (salah satu) sisi lidah yang tidakbersentuhan dengan langit-langit. Pita suara ikut bergetar.
n.      Konsonan Geseran Labio-Dental [f, v]
Konsonan nasal labio-dental terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah gigi tas. Bunyi yang dihasilkan adalah [f, v].  Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan, udara tidak keluar melalui rongga hidung dan terpaksa keluar lewat mulut.  Bibir bawah ditekankan pada gigi depan atas, dengan demikian penyempitan jalan arus udara terjadi.  Karena jalannya arus udara disempitkan maka udara keluar secara bergeser melalui sela-sela bibir dengan gigi dan melalui lubang-lubang di antar gigi.
o.      Konsonan Geseran Lamino-Alveolar [s, z]
Konsonan geseran lamino-alveolar terjadi bila artikulator aktifnya adalah daun lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [s, z]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut. Daun lidah dan ujung lidah ditekankan pada gusi, sehingga ruangan jalannya udara antara daun lidah dengan gusi itu sempit sekali yang menyebabkan keluarnya udara dengan bergeser.Gigi atas dan gigi bawah dirapatkan. Mulut tidak terbuka lebar.
p.      Konsonan Geseran Dorso-Velar [×]
Konsonan geseran dorso-velar terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan adalah [×].  Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut. Pangkal lidah ditekankan pada langit-langit lunak sehingga ruangan jalannya udara antara pangkal lidah dengan langit-langit lunak menjadi sempit. Karena ruangan jalannya udara sempit maka udara keluar dengan bergeser. Pita suara tidak ikut bergetar.
q.      Konsonan Getar Apiko-Alveolar [r]
Konsonan getar apiko-alveolar terjadi bila artikulator aktif yang menyebabkan proses menggetar itu adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [r]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut. Lidah membentuk lengkungan dengan ujung lidah merapat kemudian merenggang (melepas) secara berkali-kali pada gusi belakang sehingga menyebabkan jalannya udara bergetar.
r.       Semi-Vokal Bilabial [w]
Konsonan semi-vokal bilabial terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [w]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga mulut. Bibir bawah dibentangkan didekatkan pada bibir atas tetapi tidak sampai rapat. Pangkal lidah dinaikkan mendekati langit-langit lunak, ketinggiannya sama dengan posisi pengucapan vokal [u].  Karena 2) dan 3) maka udara yang keluar dari paru-paru sedikit terhambat. Posisi kedua bibir hampir sama dengan pembentukan vokal [u]. Perbedaannya, dalam mengucapkan [u], posisi bibir bulat. Dalam [w] ini posisi kedua bibir itu agak terbentang. Pita suara ikut bergetar.
s.       Konsonan Semi-Vokal Medio-Palatal [y]
Konsonan semi-vokal medio-palata terjadi bila artikulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [y]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi keluar melalui rongga mulut. Tengah lidah menaik mendekati langit-langit keras, tetapi tidak sampai rapat. Ketinggian lidah ini, jika dibandingkan dengan [i], [y] sedikit lebih tinggi. Karena 2) maka udara yang keluar dari paru-paru sedikit terhambat. Pita suara ikut bergetar.
t.        Konsonan Hambat Laringal [h]
Udara dihembuskan ke luar ketika glottis digeserkan, posisi glotis membuka tapi lebih sempit. Pita suara tidak turut bergetar.
u.      Konsonan Hambat-Glotal [?]
Pita suara dirapatkan, anak tekak dikeataskan akibatnya udara dari paru-paru tertahan sejenak. Pita suara yang rapat dibuka sehingga udara ke dalam mulut.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Fonem sebuah istilah linguistik dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna. Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti. Ilmu yang mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Perubahan fonem bahasa Indonesia bisa terjadi karena pengucapan bunyi ujaran memiliki pengaruh timbal balik antara fonem yang satu dengan yang lain.
Menurut Marsono (1989:60), perbedaan klasifikasi vokal dengan konsonan terletak pada fisiologisnya karena antara konsonan yang konsonan yang satu dengan yang lainnya lebih mudah dibedakan daripada vokal-vokal.Konsonan dapat dibedakan menurut:
a.    cara hambat (cara artikulasi) atau cara pengucapannya;
b.    tempat hambat (tempat artikulasi);
c. hubungan posisional antara penghambat-penghambat atau hubungan antara artikulator pasif; dan bergetar tidaknya pita suara.

B.     Saran
Karena organ-organ yang berperan dalam pembentukan konsonan-konsonan tersebut berbeda, maka cara melatihkannya pada anak pun berbeda, terutama pada anak tunarungu. Disini saya akan membahas tentang bagaimana cara melatihkan pada anak untuk mengucapkan fonem bilabial dan dental serta cara memperbaiki kesalahan jika anak salah mengucapkan fonem tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Aminoedin, A., dkk. 1984. Fonologi Bahasa Indonesia: Sebuah Studi Deskripstif.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Bloomfield, Leonard. 1995. Language: Bahasa. (terjemahan: I. Soetikno).
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 1987. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Lapoliwa, Hans. 1981. Dasar-Dasar Fonetik. Penataran Linguistik Umum Tahap
1, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembahanya Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik (terjemahan:I. Soetikno). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Martinet, Andre. 1987. Ilmu Bahasa:Pengantar (terjemahan:Rahayu Hidayat).
Yogyakarta: Kanisius.
Robins, R. H. 1989. Linguistik Umum:Sebuah Pengantar (terjemahan:Soenarjati
Djajanegara). Yogyakarta: Kanisius.
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa secara Ilmiah. Jakarta:
Erlangga.
Sudaryanto. 1974. Fonetik:Ilmu Bunyi yang Penyelidikannya dari sudut Parole.
Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada
http://inharhisna.blogspot.com/2012/02/cara-membentuk-fonem-bahasa-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar