KATA PENGANTAR
Puji syukur
senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
salah satu tugas makalah yaitu “Pembentukan fonem dan konsonan” dalam
kebahasaan 2. Makalah ini membahas tentang beberapa metode pembelajaran dalam
kebahasaan yang bertujuan untuk mengetahui penerapan kosa kata terhadap peserta
didik yang karakteristiknya berbeda-beda.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Kebahasaan 2. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarkat atau
remaja yang mengenal bahasa Indonesia secara benar. Kebanyakan dari mereka
menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa komunikasi. Sebenarnya itu adalah
kesalahan besar masyarkat kita. Masyarakat tidak bangga dengan bahasa resminya.
Mereka lebih bangga dengan bahasa yang telah mereka rusak sendiri. Seharusnya
kita sebagai warga negara Indonesia yang baik lebih bangga dengan bahasa resmi
kita, tidak dengan bahasa gaul yang telah kita ciptakan sendiri tanpa
menggunakan kaidah EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi masalah yang
serius bagi kita. Dan sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang baik, mau
mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
Fonemik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi
bahasa tanpa dengan memperhatikan apakah bunyi tesebut mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna atau tidak. Sebagai mana diketahui bahwa fonemik sacara
fungsional dipertentangkan dengan fonetik, karena fonemik mengkhususkan
perhatianya pada makna yang ditimbulkan oleh sebuah bunyi bahasa ketika
dituturkan sedangkan fonetik hanya memfokuskan bagaimana bunyi bahasa dapat
dituturkan secara benar baik dari segi cara maupun dari segi tempat
artikulasinya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan fonem ?
2. Bagaimana
cara pembentukan fonem ?
3. Berdasarkan
apa saja pembentukan fonem ?
4. Apa
saja macam-macam fonem ?
5. Bagaimana
pembentukan konsonan ?
6. Berdasarkan
apa saja pembentukan konsonan ?
7. Apa
saja macam-macam konsonan ?
C.
Tujuan
Masalah
1. Mengetahui
definisi fonem .
2. Mengetahui
cara pembentukan fonem .
3. Mengetahui
berdasarkan apa saja pembentukan fonem .
4. Mengetahui
macam-macam fonem .
5. Mengetahui pembentukan konsonan .
6. Mengetahui
berdasarkan apa saja pembentukan konsonan .
7. Mengetahui macam-macam konsonan .
D.
Manfaat
Melalui
makalah ini pembaca dapat lebih jauh memahami tentang cara pembentukan fonem
dan pembentukan konsonan, yang tidak hanya mahir berbahsa Inndonesia melainkan mengetahui dan
memahami lebih jauh yang merupakan bagian dari kebahasaan salah satunya fonem
dan konsonan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
CARA
MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat
membedakan arti. Ilmu yang mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Fonemik
merupakan bagian dari fonologi. Fonologi ini khusus mempelajari bunyi bahasa.
Untuk mengetahui suatu fonem harus diperlukan pasangan minimal.
Bunyi bahasa yang disebut fon dibentuk dengan cara
diartikulasikan. Berdasarkan sifatnya, artikulator terbagi dua, yakni: 1)
artikulator aktif dan 2) artikulator pasif. Artikulator aktif biasanya
berpindah-pindah posisi untuk menentukan titik artikulasi guna menghasilkan
bunyi bahasa. Menurut Lapoliwa (1981:18), hubungan posisional antara
artikulator aktif dan artikulator pasif disebut striktur (strictrure).
Oleh karena vokal tidak mempunyai artikulasi, strukturnya ditentukan oleh celah
antara lidah dan langit-langit. Sesuai dengan strukturnya, di bawah ini
dikemukakan cara–cara membentuk fonem, baik vocal maupun konsonan.
Perubahan fonem bahasa Indonesia bisa terjadi karena
pengucapan bunyi ujaran memiliki pengaruh timbal balik antara fonem yang satu
dengan yang lain.
1.
Alofon adalah variasi fonem karena pengaruh
lingkungan suku kata. Contoh : simpul-simpulan. Fonem /u/ pada kata [simpul]
berada pada lingkungan suku tertutup dan fonem /u/ pada kata [simpulan] berada
pada lingkungan suku terbuka. Jadi, fonem /u/ mempunyai dua alofon, yaitu [u]
dan (u).
2.
Asimilasi
adalah proses perubahan bunyi dari tidak sama menjadi sama atau hampir sama.
Contoh: in + moral ? immoral ? imoral.
3.
Desimilasi
adalah proses perubahan bunyi yang sama menjadi tidak sama. Contoh : sajjana
menjadi sarjana.
4.
Diftongisasi
adalah perubahan monoftong menjadi diftong. Contoh: anggota menjadi anggauta.
5.
Monoftongisasi
adalah proses perubahan diftong
menjadi monoftong. Contoh: ramai, menjadi rame.
6.
Nasalisasi
adalah persengauan atau proses memasukkan huruf nasal (n, m, ng, ny) pada suatu
fonem. Contoh : me/m/ pukul menjadi memukul.
1.
Cara
Pembentukan Vokal
Vokal (Vokoid) yaitu bunyi ucapan yang terbentuk oleh udara
yang keluar dari paru-paru dan ketika melalui tenggorokan mendapat hambatan.
Kualitas vokal umumnya ditentukan oleh tiga hal, yakni:
(1) bulat-hamparnya bentuk bibir,
(2) atas-bawah lidah, dan
(3) maju–mundurnya lidah.
Pemerian klasifikasi vokal diperkenalkan oleh Daniel Jones
(1958:18) dengan istilah sistem vokal kardinal. Vokal kardinal adalah bunyi
vokal yang mempunyai kualitas tertentu, yang telah dipilih sedemikian rupa
untuk dibentuk dalam suatu rangka gambar bunyi. Rangka gambar bunyi ini dapat
dipakai sebagai acuan perbandingan dalam deskripsi vokal seluruh bahasa dunia.
Vokal cardinal dilambangkan dengan [i, e, ε, a, α, ə, o, dan u] dalam International
Phonetics Association (Marsono, 1989: 26). Adapun vokal dalam bahasa
Indonesia berjumlah enam buah, yakni: [a], [i], [u], [ε], [o], dan [ə].
Pembentukan vokal ini didasarkan pada posisi bibir, tinggi rendahnya lidah, dan
maju mundurnya lidah.
a.
Pembentukan
vokal berdasarkan Tinggi rendahnya Lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah,
vokal dapat dibedakan diatas:
(a) vokal tinggi atau atas yang
dibentuk apabila rahang bawah merapat ke rahang atas: [i] dan [u]
(b) vokal madya atau tengah yang
dibentuk apabila rahang bahwa menjauh sedikit dari rahang atas: [e] dan [o]
(c) vokal rendah atau tengah yang di
bentuk apabila rahang bawah diundurkan lagi sejauh-jauhnya: [a].
Kedudukan
lidah dalam mengucapkan vokal ini dapat terlihat setelah menggunakan pemotretan
sinar X, sehingga dapat diketahui titik tertinggi letak ketinggian lidah yang
melengkung.
b.
Pembentukan
vokal berdasarkan Maju mundurnya Lidah
Berdasarkan bagian lidah yang bergerak atau maju mundurnya
lidah,
vokal dapat dibedakan atas:
1. vokal depan, yakni vokal yang
dihasikan oleh gerakan turun naiknya lidah bagian depan, seperti: [i, e, ε, a].
2. vokal tengah, yakni vokal yang
dihasilkan oleh gerakan lidah bagian tengah, misalnya: [ə].
3. vokal belakang, yakni vokal yang
dihasilkan oleh gerakan turun naiknya lidah bagian belakang atau pangkal lidah,
seperti: [u] dan [o].
4.
c.
Pembentukan
Vokal Berdasarkan Posisi Bibir
Berdasarkan bentuk bibir sewaktu
vokal diucapkan, vokal dibedakan atas:
1. vokal bulat, yakni vokal diucapkan dengan bentuk
bibir bulat. Bentuk bibir bulat bisa terbuka atau tertutup. Jika terbuka, vokal
itu diucapkan dengan posisi bibir terbuka bulat (open-rounded).
Misalnya, vokal [u, o].
2. vokal tak bulat, yakni vokal yang
diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya, [a,
i, e, ə]
2.
Striktur
Struktur
adalah keadaan hubungan posisional (aktif) dengan pasif atau titik artikulasi.
Karena vokal tidak mengenal artikulasi, struktur untuk vokal ditentukan oleh
jarak antara lidah dengan langit-langit. Dilihat dari strikturnya, vocal
dibedakan atas empat jenis, yakni vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal
terbuka, dan vokal semi-terbuka.
a. vokal tertutup, yakni vokal yang dibentuk dengan
lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal. Jika
digambarkan, vokal tertutup ini terletak pada garis yang menghubungkan antara
[i] dan [u]. Karena itu, menurut strukturnya vokal [i] dan [u] merupakan vokal
tertutup.
b. vokal semi-tertutup, yakni vokal yang dibentuk dengan
lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua pertiga
diatas vokal yang paling rendah, terletak pada garis yang menghubungkan antara
vokal [e] dengan [o]. Karena itu, vokal [e] dan [o] termasuk vokal
semi-tertutup.
c. vokal semi-terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan
lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal [ε] dengan [o]. Dengan
demikian, vocal [ε] dan [o] termasuk vokal semi-terbuka
d. vokal terbuka, yakni vokal yang dibentuk dengan
lidah dalam posisi serendah mungkin kira-kira pada garis yang menghubungkan
antara vokal [a] dengan [A]. Karena itu, kedua vokal itu termasuk vokal
terbuka. Berdasarkan posisi lidah, tinggi-rendahnya lidah, maju mundurnya lidah
, dan strikturnya, vokal dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
3.
Vokal
|
Depan
|
Tengah
|
Belakang
|
Struktur
|
|
Tak bulat
|
Tak bulat
|
Bulat
|
Netral
|
||
Tinggi
|
I
|
|
u
|
|
Tertutup semi-tertutup
|
Madya
|
e
|
ə
|
O ?
|
|
Semi-tertutup
|
Rendah
|
|
a
|
|
α
|
terbuka
|
4. Membedakan
dan Melafalkan Fonem Bahasa Indonesia
Secara umum bunyi bahasa dibedakan atas vokal, konsonan, dan
semi- vokal. Perbedaan antara vokal dan konsonan didasarkan pada ada atau
tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. Agar lebih jelas, Anda
dapat melihat tabel berikut.
Vokal
|
Konsonan
|
Bunyi yang tidak disertai
hambatan pada alat bicara.
Hambatan hanya terdapat pada pita suara.
Tidak terdapat artikulasi
Semua vocal dihasilkan dengan bergetarnya
pita suara. Dengan demikian,
semua vokal adalah bunyi
suara.
|
Bunyi yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
Terdapat artikulasi.
Konsonan bersuara adalah konsonan
yang dihasilkan dengan
bergetarnya pita suara.
Konsonan tidak bersuara
adalah konsonan yang dihasilkan tanpa bergetarnya
pita suara.
|
5.
Monoftong
Monoftong atau vokal murni (pure vowels) ialah bunyi
vokal tunggal yang terbentuk dengan kualitas alat bicara (Iidah) tidak berubah
dan awal hingga akhir artikulasinya dalam sebuah suku kata (Kridalaksana,
1987:109). Secara praktis monoftong atau vokal tunggal biasa hanya disebut
dengan istilah vokal saja. Artinya, yang dimaksud dengan istilah vokal adalah
vokal tunggal, sedangkan diftong adalah vokal rangkap. Berikut akan diuraikan
monoftong dalam bahasa Indonesia,
6.
Diftong
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ciri diftong ialah waktu
diucapkan posisi lidah yang satu dengan yang lain saling berbeda. Perbedaan itu
menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta
strikturnya (jarak lidah dengan langit-langit). Berdasarkan itu pula maka
diftong kemudian dikiasifikasikan. Klasifikasi diftong dengan contoh dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris diuraikan di bawah ini.
7.
Diftong
Naik (Rising Diphtongs)
Diftong naik (rising diphtongs) ialah jika vokal yang
kedua diucapkan dengän posisi lidah Iebih tinggi daripada yang pertama. Karena
lidah semakin menaik, dengan demikian stnikturnya semakin tertutup, sehingga
diftong mi juga dapat disebut diftong menutup (closing diphtongs). Berikut
akan diuraikan diftong naik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Menurut
Soebardi (1973:8-9), bahasa indonesia mempunyai tiga jenis diftong naik, yaitu:
1.
Diftong
naik-menutup-maju [aI], misalnya pada kata pakai, lalai, pandai, nilai,
tupai, sampai.
2.
Diftong naik-menutup-maju [oi], misalnya pada
kata amboi, sepoi-sepoi.
3.
Dif tong naik-menutup-mundur [aU], misalnya
pada kata saudara, saudagar, lampau, surau, pulau, kacau.
Dalam
bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan diftong turun
tidak ada. Diftong naik pada BBM ini
diambil contohnya dari bahasa Inggris. Di
dalam bahasa Inggris terdapat dua
jenis diftong turun, yakni:
1) Diftong turun membuka-memusat
[iə], misalnya dalam kata ear.
2) Diftong turun membuka-memusat
[uə], misalnya dalam kata poor
B. PEMBENTUKAN KONSONAN
Dalam
Kegiatan Belajar ini dibahas berbagai jenis pembentukan konsonan. Menurut
Marsono (1989:60), perbedaan klasifikasi vokal dengan konsonan terletak pada
fisiologisnya karena antara konsonan yang konsonan yang satu dengan yang
lainnya lebih mudah dibedakan daripada vokal-vokal. Konsonan dibedakan menurut:
1.
cara
hambat (cara artikulasi) atau tempat hambatan (tempat artikulasi),
2.
hubungan
posisional antara penghambat-penghambatnya atau hubungan antara artikulator
aktif dan pasif (striktur), dan
3.
bergetarnya
pita suara.
1.
Pembentukan
Konsonan Berdasarkan Cara Artikulasi dan Tempat Artikulasi
a.
Konsonan hambat (stop)
konsonan yang dihasilkan dengan cara
menghalangi sama sekali udara pada daerah artikulasi. Konsonan yang dihasilkan ialah
[p], [t], [c], [k], [b], [d], [j], [g], dan [?]. Konsonan hambat yang disudahi dengan
letupan disebut konsonan eksplosif, misalnya [p] pada kata lapar, pukul, dan
lipat. Konsonan hambat yang tidak diakhiri oleh letupan disebut konsonan
implosif, misalnya [p] pada kata kelap, gelap, dan tetap.
b.
Konsonan geser atau frikatif,
konsonan yang dihasilkan dengan cara
menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru. Konsonan yang dihasilkan ialah [f],
[v], [x], [h], [s], [Š], z, dan x.
c.
Konsonan likuida atau lateral,
konsonan yang dihasilkan dengan menaikkan
lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan melalui
kedua sisi lidah. Konsonan yang dihasilkan ialah [l].
d.
Konsonan getar atau trill,
konsonan yang dihasilkan dengan
mendekatkan dan menjauhkan lidah ke alveolum dengan cepat dan berulang-ulang
sehingga udara bergetar. Bunyi yang terjadi disebut konsonan getar apikal [r].
Jika uvula yang menjauh dan mendekat ke belakang lidah terjadi dengan cepat dan
berulang-ulang, akan terjadi konsonan getar uvular [R].
e.
Semi-vokal,
bunyi konsonan yang pada waktu diartikulasikan
belum membentuk konsonan murni. Misalnya, semivokal [w] dan [y]. Bunyi bilabial
[w] dibentuk dengan tempat artikulasi yang berupa bibir atas dan bibir bawah.
2.
Pembentukan
Konsonan Berdasarkan Strikturnya
Berdasarkan
strukturnya, yakni hubungan antara artikulator dan titik
artikulasi, konsonan dalam bahasa
Indonesia dapat dibedakan atas konsonan
bilabial, labiodental, apikodental,
apiko-alveolar, [alatal, velar, glottal, dan
konsonan laringal.
a. Konsonan bilabial,
konsonan yang
dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama bertindak
sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [p], [b],
[m], dan [w].
b. Konsonan labiodental,
konsonan
yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan
bibir bawah sebagai artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah [f] dan [v].
c. Konsonan apiko-dentall,
konsonan yang dihasilkan dengan ujung lidah
(apex) yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi (alveolum) sebagai
titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [s], [z], [r], [l].
d. Konsonan palatal atau lamino-palatal,
konsonan
yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah (lamina) sebagai artikulator dan
langit-langit keras (palatum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan
[c], [j], [Š], [ñ], dan [y].
e. Konsonan velar atau dorso-velar,
konsonan
yang dihasilkan oleh belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator dan
langit-langit lembut (velum) sebagai titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan
ialah [k], [g], [x], dan [h].
f.
Konsonan glottal atau hamzah,
konsonan
yang dihasilkan dengan posisi pita suara sama sekali merapat sehingga menutup
glotis. Udara sama sekali dihalangi.
g. Konsonan laringal,
konsonan
yang dihasilkan dengan pita suara terbuka lebar sehingga udara yang keluar
digesekkan melalui glotis. Bunyi yang dihasilkan ialah h.
3.
Pembentukan
Konsonan Berdasarkan Bergetarnya Pita Suara
Berdasarkan posisi pita suara atau bergetar tidaknya pita
suara, konsonan dapat dibedakan atas konsonan bersuara dan konsonan tak
bersuara. Konsonan bersuara, yaitu konsonan yang terjadi jika udara yang keluar
dari rongga ujaran turut menggetarkan pita suara. Konsonan yang dihasilkan
ialah [m], [b], [v], [n], [d], [r], [ñ], [j], [h], [g], dan [R].
a.
Konsonan tak bersuara,
konsonan yang terjadi jika udara
yang keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan pita suara. Konsonan yang dihasilkan
ialah [p], [t], [c], [k], [?], [b], [d], [j], [g], [f], [s], [Š],[x], [h], [r],
[1], [w], dan [y] .
b.
Konsonan nasal,
konsonan yang terjadi jika udara
keluar melalui rongga hidung. Konsonan yang dihasilkan ialah [m], [n], [ñ], dan
[h]
c.
Konsonan
Hambat Letup Bilabial
Konsonan letup hambat bilabial
terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah bibir bawah dan
artikulkator pasifnya adalah bibir atas, contohnya [p, b].Langit-langit lunak
beserta anak tekaknya dinaikkan. Bibir bawah menekan rapat pada bibir atas,
sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat.
Bibir bawah yang menekan rapat pada bibir atas itu kemudian secara tibatiba dilepaskan.
Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
d.
Konsonan Hambat Letup Apiko-Dental
Konsonan hambat letup apiko-dental
terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator
pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [t, d], seperti dalam
kata tiba. Langit-langit lunak
beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan rapat pada gigi atas
bagian dalam, sehingga udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk
beberapa saat. Ujung lidah yang menekan rapat pada gigi atas itu kemudian
secara tiba-tiba dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
e.
Konsonan Hambat Letup Apiko-Alveolar
Konsonan hambat letup apiko-alveolar
terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator
pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [t, d] dalam bahasa Inggris town
dan down. Langit-langit lunak
beserta anak tekaknya dinaikkan. Ujung lidah menekan rapat pada gusi, sehingga
udara yang dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat. Ujung
lidah yang menekan rapat pada gusi itu kemudian secara tiba-tiba dilepaskan.
Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
f.
Konsonan
Hambat Letup Apiko-Palatal [ț, d]
Konsonan hambat letup apiko-palatal
terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator
pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [ț,,
d] dalam bahasa Jawa thukul Langit-langit lunak beserta anak tekaknya
dinaikkan. Ujung lidah menekan rapat pada langit-langit keras, sehingga udara
yang dihembuskan dari paruparu terhambat untuk beberapa saat. Ujung lidah yang
menekan rapat pada langit-langit keras itu kemudian secara tiba-tiba
dilepaskan. Terjadilah letupan udara keluar dari rongga mulut.
g.
Konsonan
Hambat Letup Medio-Palatal [c, j]
Konsonan hambat letup medio-palatal
terjadi bila penghambat articulator aktifnya adalah tengah lidah dan
artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah
[c, j]. Tengah lidah menekan rapat pada langit-langit lunak. Langit-langit
lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak bisa keluar melalui
rongga hidung. Karena 1) dan 2) maka udara yang dihembuskan dari paru-paru
terhambat. Secara tiba-tiba tengah lidah
yang menekan rapat kemudian dilepaskan, terjadilah letupan sehingga udara
keluar dari mulut.
h.
Konsonan
Hambat Letup Dorso-Velar [k, g
Konsonan hambat letup dorso-velar
terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya
adalah langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan adalah [k, g]. Pangkal lidah menekan rapat pada langit-langit
lunak. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan, sehingga udara yang
dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat. Secara tiba-tiba pangkal lidah yang menekan
rapat kemudian dilepaskan, terjadilah letupan sehingga udara keluar dari mulut.
i.
Konsonan
Nasal Bilabial [m]
Konsonan nasal bilabial terjadi bila
penghambat artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya
adalah bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [m]. Langit-langit lunak
beserta anak tekaknya diturunkan. Bibir
bawah menekan rapat pada bibir atas. Karena 1) dan 2) maka jalannya udara dari
paru-paru melalui rongga mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung. Pita
suara ikut bergetar.
j.
Konsonan
Nasal Apiko-Aveolar [n]
Konsonan
nasal apiko-alveolar terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah ujung
lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [n].
Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan. Bersama dengan itu ujung
lidah ditekankan pada gusi. Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga mulut
terhambat dan keluar melalui rongga hidung.Pita suara ikut bergetar.
k.
Konsonan
Nasal Medio-Palatal [ñ]
Konsonan nasal medio-palatal terjadi
bila penghambat artikulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator
pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [ñ].\
l.
Konsonan
Nasal Dorso-Velar [ŋ]
Konsonan nasal dorso-velar terjadi
bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah
langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan
adalah [ŋ]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan.
Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan rapat pada langit-langit lunak. Karena 1) maka jalannya udara melalui rongga
mulut terhambat dan keluar melalui rongga hidung. Pita suara ikut bergetar.
m.
Konsonan
Lateral [ll
Konsonan lateral dibentuk dengan
menutup arus udara di tengah rongga mulut, sehingga udara keluar melalui kedua
sisis atau satu sisi saja. Struktur konsonan ini adalah renggang lebar. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya
dinaikkan. Bersama dengan itu pangkal lidah dinaikkan rapat pada langit-langit
lunak. Ujung lidah (dan kedua sisa daun lidah yang tidak terlihat dalam gambar)
menyentuh rapat pada gusi, sehingga arus udara melalui tengah mulut terhalang. Karena
udara melalui tengah mulut terhalang maka udara yang dihembuskan dari paru-paru
keluar melalui kedua (salah satu) sisi lidah yang tidakbersentuhan dengan
langit-langit. Pita suara ikut bergetar.
n.
Konsonan
Geseran Labio-Dental [f, v]
Konsonan nasal labio-dental terjadi
bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah
gigi tas. Bunyi yang dihasilkan adalah [f, v]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya
dinaikkan, udara tidak keluar melalui rongga hidung dan terpaksa keluar lewat
mulut. Bibir bawah ditekankan pada gigi
depan atas, dengan demikian penyempitan jalan arus udara terjadi. Karena jalannya arus udara disempitkan maka
udara keluar secara bergeser melalui sela-sela bibir dengan gigi dan melalui
lubang-lubang di antar gigi.
o.
Konsonan
Geseran Lamino-Alveolar [s, z]
Konsonan geseran lamino-alveolar
terjadi bila artikulator aktifnya adalah daun lidah dan artikulator pasifnya
adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [s, z]. Langit-langit lunak beserta
anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung
tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut. Daun lidah dan ujung lidah
ditekankan pada gusi, sehingga ruangan jalannya udara antara daun lidah dengan
gusi itu sempit sekali yang menyebabkan keluarnya udara dengan bergeser.Gigi
atas dan gigi bawah dirapatkan. Mulut tidak terbuka lebar.
p.
Konsonan
Geseran Dorso-Velar [×]
Konsonan geseran dorso-velar terjadi
bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah
langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan adalah [×]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya
dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung tetapi terpaksa
keluar melalui rongga mulut. Pangkal lidah ditekankan pada langit-langit lunak
sehingga ruangan jalannya udara antara pangkal lidah dengan langit-langit lunak
menjadi sempit. Karena ruangan jalannya udara sempit maka udara keluar dengan
bergeser. Pita suara tidak ikut bergetar.
q.
Konsonan
Getar Apiko-Alveolar [r]
Konsonan getar apiko-alveolar
terjadi bila artikulator aktif yang menyebabkan proses menggetar itu adalah
ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah
[r]. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar
melalui rongga hidung tetapi terpaksa keluar melalui rongga mulut. Lidah
membentuk lengkungan dengan ujung lidah merapat kemudian merenggang (melepas)
secara berkali-kali pada gusi belakang sehingga menyebabkan jalannya udara
bergetar.
r.
Semi-Vokal
Bilabial [w]
Konsonan semi-vokal bilabial terjadi
bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah
bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [w]. Langit-langit lunak beserta anak
tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga mulut. Bibir
bawah dibentangkan didekatkan pada bibir atas tetapi tidak sampai rapat. Pangkal
lidah dinaikkan mendekati langit-langit lunak, ketinggiannya sama dengan posisi
pengucapan vokal [u]. Karena 2) dan 3)
maka udara yang keluar dari paru-paru sedikit terhambat. Posisi kedua bibir
hampir sama dengan pembentukan vokal [u]. Perbedaannya, dalam mengucapkan [u],
posisi bibir bulat. Dalam [w] ini posisi kedua bibir itu agak terbentang. Pita
suara ikut bergetar.
s.
Konsonan
Semi-Vokal Medio-Palatal [y]
Konsonan semi-vokal medio-palata
terjadi bila artikulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya
adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [y]. Langit-langit
lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui
rongga hidung tetapi keluar melalui rongga mulut. Tengah lidah menaik mendekati
langit-langit keras, tetapi tidak sampai rapat. Ketinggian lidah ini, jika
dibandingkan dengan [i], [y] sedikit lebih tinggi. Karena 2) maka udara yang
keluar dari paru-paru sedikit terhambat. Pita suara ikut bergetar.
t.
Konsonan
Hambat Laringal [h]
Udara dihembuskan ke luar ketika
glottis digeserkan, posisi glotis membuka tapi lebih sempit. Pita suara tidak
turut bergetar.
u.
Konsonan
Hambat-Glotal [?]
Pita suara dirapatkan, anak tekak dikeataskan
akibatnya udara dari paru-paru tertahan sejenak. Pita suara yang rapat dibuka
sehingga udara ke dalam mulut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fonem sebuah istilah linguistik dan merupakan satuan
terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna. Fonem
adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti. Ilmu yang
mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Perubahan fonem bahasa Indonesia bisa terjadi karena
pengucapan bunyi ujaran memiliki pengaruh timbal balik antara fonem yang satu
dengan yang lain.
Menurut Marsono (1989:60), perbedaan
klasifikasi vokal dengan konsonan terletak pada fisiologisnya karena antara
konsonan yang konsonan yang satu dengan yang lainnya lebih mudah dibedakan
daripada vokal-vokal.Konsonan dapat dibedakan menurut:
a. cara hambat
(cara artikulasi) atau cara pengucapannya;
b. tempat hambat
(tempat artikulasi);
c. hubungan posisional antara
penghambat-penghambat atau hubungan antara artikulator pasif; dan bergetar
tidaknya pita suara.
B. Saran
Karena organ-organ yang berperan dalam pembentukan
konsonan-konsonan tersebut berbeda, maka cara melatihkannya pada anak pun
berbeda, terutama pada anak tunarungu. Disini saya akan membahas tentang
bagaimana cara melatihkan pada anak untuk mengucapkan fonem bilabial dan dental
serta cara memperbaiki kesalahan jika anak salah mengucapkan fonem tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminoedin, A., dkk. 1984. Fonologi
Bahasa Indonesia: Sebuah Studi Deskripstif.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Bloomfield, Leonard. 1995. Language:
Bahasa. (terjemahan: I. Soetikno).
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 1987. Kamus
Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Lapoliwa, Hans. 1981. Dasar-Dasar
Fonetik. Penataran Linguistik Umum Tahap
1, Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembahanya Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Lyons, John. 1995. Pengantar
Teori Linguistik (terjemahan:I. Soetikno). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Martinet, Andre. 1987. Ilmu
Bahasa:Pengantar (terjemahan:Rahayu Hidayat).
Yogyakarta: Kanisius.
Robins, R. H. 1989. Linguistik
Umum:Sebuah Pengantar (terjemahan:Soenarjati
Djajanegara). Yogyakarta: Kanisius.
Samsuri. 1994. Analisis Bahasa:
Memahami Bahasa secara Ilmiah. Jakarta:
Erlangga.
Sudaryanto. 1974. Fonetik:Ilmu
Bunyi yang Penyelidikannya dari sudut Parole.
Yogyakarta: Fakultas Sastra dan
Kebudayaan Universitas Gadjah Mada
http://inharhisna.blogspot.com/2012/02/cara-membentuk-fonem-bahasa-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar