BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa adalah
suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan komunikasi. Oleh
karena itu pengajaran Bahasa Indonesia pada hakekatnya mempunyai ruang lingkup
dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar agar seseorang dapat berkomunikasi
dengan baik dan benar.
Banyak kajian
teori mengenai bahasa ini. Salah satunya kajian tentang fonologi. Sebagai calon
pendidik selayaknya memahami kajian tentang fonologi ini untuk dijadikan
pedoman mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia. Penyusun merasa perlu untuk
menyusun makalah ini agar dapat membantu penyusun pada khususnya dan pembaca
pada umumnya untuk mengetahui tentang batasan dan kajian fonologi, beberapa
pengetian mengenai tata bunyi, kajian fonetik, kajian fonemik, vocal, Konsonan,
gejala fonologi Bahasa Indonesia.
Pada makalah ini juga penulis akan membahas
tentang alat ucap pada manusia. Karena meskipun alat ucap manusia adalah hal
yang paling dasar dalam ilmu fonologi tetapi masih banyak mahasiswa yang kurang
memahami pengertian alat ucap serta bagaimana proses alat ucap itu menghasilkan
sebuah bunyi yang terstruktur dan memiliki arti.
Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik,kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah buny. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.
Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik,kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah buny. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang, dapat dirumuskan masalah:
1. Jelaskan
pengertian fonetik?
2. Sebutkan
jenis fonetik?
3. Jelaskan
terjadinya bunyi bahasa?
4. Sebutkan
jenis terjadainya bunyi bahasa?
5. Jelaskan
dan sebutkan alat ucap?
6. Jelaskan klasifikasi bunyi bahasa?
7. Sebutkan
klasifikasi bunyi bahasa?
C.
Tujuan
Masalah
Ada
beberapa tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Memahami
pengertian fonetik
2. Mengetahui
jenis fonetik
3. Memahami
terdajinya bunyi bahasa
4. Mengetahui
jenis terjadinya bunyi bahasa
5. Memahami
dan mengetahui alat ucap
6. Memahami
klasifikasi bunyi bahasa
7. Mengetahui
klasifikasi bunyi bahasa
D.
Manfaat
Melalui fonologi berbagai manfaat diperolehi dalam
konteks pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Antaranya adalah untuk memberi
pengetahuan tentang ilmu fonetik dan fonologi untuk diaplikasikan secara
praktik. Hal ini kerana, ilmu fonetik dan fonologi merupakan asas kepada
pembentukan bahasa baku. Oleh itu, pembentukan kata serta makna adalah lebih
cenderung ke arah kefahaman yang tinggi dalam pengajaran dan pembelajaran
kerana tiada unsur-unsur campuran bahasa rojak dan slanga yang kadang-kadang
sukar untuk difahami. Dengan itu, ilmu fonetik dan fonologi yang dipelajari
perlu dipraktikkan untuk melatih diri dalam berbahasa yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Batasan
dan Kajian Fonologi
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos =
‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.
Fonologi merupakan bagian dari ilmu
bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa
(fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang
disebut tata fomen (fonemik).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi
bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa
secara umum dan fungsional.
B.
Objek
Kajian Fonetik
1.
Pengertian
Fonetik
Fonetik
adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai
dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut
dengan alat ucap manusia.
Istilah
fonetik berasal dari bahasa Inggris phonetics artinya ‘ilmu yang mengkaji
bunyi-bunyi tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan arti
(Verhaar,1982:12; Marsono, 1989:1). Menurut Sudaryanto (1974:1), fonetik
mengkaji bunyi bahasa dari sudut ucapan (parole).
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik merupakan cabang fonologi yang
mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa dari sudut ucapan, bagaimana cara
membentuknya sehingga menjadi getaran udara dan dapat diterima oleh
pendengaran.
2.
Jenis
Fonetik
Berdasarkan sudut
pandang bunyi bahasa, fonetik dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni: (Bloch & Trager, 1942: 11; Verhaar, 1982:
12).
1) Fonetik
Organis
Fonetik
organis (artikulatoris, fisiologis) yaitu fonetik yang mengkaji dan
mendeskripsikan mekanisme alat-alat ucap manusia dalam menghasikan bunyi bahasa
(Gleason, 1955: 239). Jadi, fonetik organis ini mendeskripsikan cara membentuk
dan mengucapkan bunyi bahasa, serta pembagian bunyi bahasa berdasarkan
artikulasinya. Fonetik ini sebagian besar termasuk ke dalam bidang garapan
linguistik. Oleh sebab itu, para linguis memasukkannya pada bidang linguistik
teoretis. Kajian fonetik pada BBM ini pun mendeskripsikan fonetik organis.
2) Fonetik
Akustis
Fonetik
akustis yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa berdasar
pada aspek-aspek fisiknya sebagai getaran udara (Malmberg, 1963: 5). Bunyi
bahasa dikaji frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, beserta timbrenya.
Fonetik akustis erat hubungannya dengan fisika, atau merupakan ilmu
antardisiplin antara linguistik dan fisika. Fonetik akustis berfungsi praktis
seperti dalam pembuatan telepon, rekaman piringan hitam, cassette recorder,
3) Fonetik
Auditoris
Fonetik
auditoris yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan cara mekanisme
pendengaran penerimaan bunyi-bunyi bahasa sebagai getaran udara (Bronstein
& Jacoby, 1967:70-72). Fonetik auditoris ini sebagian besar termasuk pada
bidang neurologi (kedokteran), atau merupakan ilmu antardisiplin antara
linguistik dan kedokteran.
C.
Terjadinya
Bunyi dan Alat Ucap
Seperti yang
sudah disebutkan, bahwa fonetik (artikulatoris) mengkaji cara membentuk
bunyi-bunyi bahasa. Adapun sumber kaekuatan utama untuk membentuk bunyi bahasa
yaitu udara yang keluar dari paru-paru. Udara tersebut dihisap ke dalam
paru-paru, kemudian dikeluarkan ketika bernafas. Ketika udara keluar dari
paru-paru melalui tenggorokan, ada yang mendapat hambatan ada yang tidak
mendapat hambatan.
Proses
membentuk dan mengucapkan bunyi berlangsung dalam suatu kontinuum.
Menurut analisis bunyi fungsional, arus bunyi yang kontinuum tersebut bisa
dikategorisasikan berdasarkan segmen tertentu. Walaupun denikian, ada pula
bunyi yang tidak dapat dikategorisasikan menjadi segmen-segmen tertentu yang
disebut bunyi suprasegmental. Oleh sebab itu, bunyi bahasa dapat dibagi menjadi
:
(1)
Bunyi
segmental dan
(2)
Bunyi
suprasegmental.
Proses
terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya terbagi atas 4 macam, yakni:
(1) Proses
keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2) Proses
fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3) Proses
artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4) Proses
oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung
(ladefoged, 1973: 2-3).
1. Terjadinya Bunyi:
·
Sumber energi utama terjadinya bunyi
bunyi bahasa adalah adanya udara dari paru-paru.
·
Udara dihirup ke dalam paru-paru
kemudian dihembuskan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas.
·
Udara yang
dihembuskan (atau dihirup untuk sebagaian kecil bunyi bahasa) mendapat hambatan
di berbagai tempat alat-alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadi bunyi
bahasa.
·
Tempat atau alat bicara yang
dilewati diantaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan,
rongga mulut, rongga hidung.
·
Pada waktu
udara mengalir keluar pita suara harus dalam keadaan terbuka.
·
Jika udara tidak mengalami hambatan
pada alat bicara, bunyi bahasa tidak akan terjadi.
·
Syarat
terjadinya bunyi bahasa secara garis besar
2. Alat ucap :
Gambar 1
1.
Paru-paru (lungs)
2.
Batang tenggorok (trachea)
3.
Pangkal
tenggorok (larynx)
4.
Pita-pita suara (vocal cords)
5.
Krikoid (cricoid)
6.
Tiroid
(thyroid/lekum)
7.
Aritenoid (arythenoids)
8.
Dinding rongga kerongkongan (wall of
pharynx)
9.
Epiglotis (epiglottis)
10. Akar lidah
(root of the tongue)
11. Punggung
lidah/ pangkal lidah (dorsum)
12. Tengah lidah
(medium)
13. Daun lidah
(lamina)
14. Ujung lidah
(apex)
15. Anak tekak
(uvula)
16. Langit-langit lunak (velum)
17. Langit-langit
keras (palatum)
18. Gusi dalam/
ceruk gigi (alveolae)
19. Gigi atas
(denta)
20. Gigi bawah
(denta)
21. Bibir atas
(labia)
22. Bibir bawah (labia)
23. Mulut
24. Rongga mulut (oral cavity)
25. Rongga
hidung (nasal cavity)
Alat
ucap manusia tersebut berfungsi khusus dan mandiri. Pada bagian ini di
deskripsikan secara singkat fungsi alat ucap.
a.
Paru-paru (Lungs)
Paru-paru
berfungsi untuk bernafas. Bernafas terdiri atas dua proses, yakni: (1) Proses
menghisap udara ke paru-paru, yang berupa oksigen (O2); dan (2) Proses
mengeluarkan udara dari paru-paru, yang berupa karbondioksida (CO2). Selama
hidup, manusia senantiasa menghisap dan mengeluarkan uadara. Dengan demikian,
paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan udara yang menjadi sumber terbentuk
bunyi bahasa (Pike, 1974).
b.
Pangkal Tenggorokan (Larynx)
Pangkal
tenggorokan adalah rongga di ujung saluran pernapasan. Pangkal tenggorokan ini
terdiri atas empat komponen, yakni: (1) tulang rawan krikoid, (2) tulang rawan
Aritenoid, (3) sepasang pita suara, dan (4) tulang rawan tiroid (Malmberg,
1963:22). Tenggorokan (larynx), rongga anak tekak (pharinx), pita
suara (vokal cords), dan anak tekak (uvula). Tenggorokan
berfungsi untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, rongga tersebut dapat
membuka atau menutup. Jika rongga tenggorokan membuka akan membentuk
bunyi vokal, sebaliknya jika rongga tenggorokan menutup akan membentuk
bunyi konsonan. Tentu saja, fungsi pita suara sangat penting dalam
menghasilkan bunyi. Uraian mengenai fungsi pita suara dijelaskan di
bawah ini.
c.
Rongga Anak Tekak (Pharynx)
Rongga anak
tekak ada di antara pangkal tenggorokan dan rongga mulut dan rongga hidung.
Gunanya sebagai saluran udara yang akan bergetar bersama sama dengan pita
suara. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut bunyi faringal.
d.
Pita suara (Vokal Cords)
Bunyi yang
dihasilkan pita suara diatur oleh sistem otot aritenoid. Pita suara bagian
depan mengait pada tulang rawan tiroid. Adapun pita suara bagian belakang
mengait pada tulang rawan Aritenoid. Pita suara dapat membuka luas atau
menutup, fungsinya sebagai katup yang ngatur jalannya udara dari paru-paru
ketika melalui tenggorokan. Akibat membuka dan menutup pita suara, akan
memunculkan rongga di antara pita suara yang disebut glotis. Posisi glotis ada
empat macam, yakni: membuka lebar, membuka, menutup, dan menutup rapat. Proses
bergetarnya pita suara tersebut disebut proses fonasi. Proses teresebut
dapat digambarkan sebagai berikut.
Proses membuka-Nutupnya Glotis
Posisi
Glotis akan mempengaruhi pola terbentuknya bunyi bahasa. Jika posisi glotis
membuka akan menghasilkan bunyi tak bersuara. Sebaliknya, jika posisi glotis
menutup akan menghasilkan bunyi bersuara. Di bawah ini dijelaskan posisi pita
suara ketika membentuk bunyi bahasa.
1.
Posisi
pita suara ketika bernafas
Ketika bernafas, pita suara membuka
lebar sehingga udara yang keluar dari paru-paru melalui tenggorokan tidak ada
yang menghalangi. Posisi pita suara seperti ini umumnya menghasilkan bunyi
vokal, bunyi [h p,t,s k].
2.
Posisi
pita suara bergetar
Jika pita suara bergetar, bagian
atasnya membuka sedikit sehingga membentuk bunyi [b,d,g,m,r]. Jika pita
suara tidak bergetar, akan menghasilkan bunyi [p,t,c,k,f,h,s].
3.
Posisi
pita suara ketika ngengucapkan bunyi glotal
Ketika ngucapkan konsonan glotal,
pita suara menutup sehingga bunyi yang melalui tenggorokanberhenti sejenak, dan
menghasilkan bunyi hamzah [?].
4.
Posisi
pita suara ketika berbisik
Posisi pita suara ketika berbisik,
bagian bawahnya menutup sedikit, udara yang keluarnya pun berkurang sehingga
bunyi–bunyi bahasa tersebut tidak jelas terdengarnya.
Macam-macam Posisi Glotis
Gambar 2
Macam-macam
posisi glotis
e. Langit-langit
Lunak (Velum) dan Anak tekak (Uvula)
Langit-langit
lunak (velum) beserta bagian ujungnya yaitu anak tekak (uvula)
dalam menghasilkan bunyi bahasa, dapat turun atau naik. Ketika bernafas normal,
langit-langit lunak dan anak tekak tersebut turun, sehingga udara dapat leluasa
melalui hidung, termasuk ketika membentuk bunyi nasal. Ketika menghasilkan
bunyi nonnasal, langit-langit lunak dan anak tekak naik menutup rongga hidung.
Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh langit-langit lunak disebut bunyi velar.
Adapun bunyi yang dihasilkan dengan hambatan anak tekak disebut bunyi
uvular.
f. Langit-langit Keras (Palatum)
Langit-langit
keras merupakan susunan tulang-belulang. Bagian depannya mulai dari
langit-langit cekung ka atas, kemudian diikuti oleh bagian belakang yang lunak.
Menghasilkan bunyi bahasa, langit-langit keras menjadi artikulator pasif.
Adapun artikulator aktifnya ialah ujung lidah dan tengah lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh langit-langit
keras disebut bunyi palatal, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah
(apex) disebut bunyi apical. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah (medium)
disebut bunyi medial. Bunyi-bunyi tersebut biasa digabungkan menjadi
apikopalatal dan medio-palatal (Bloch & Trager, 1942:15).
g. Gusi (Alveolum)
Gusi
merupakan tempat tumbuhnya gigi. Gusi dapat disebut daerah kaki gigi. Dalam
membentuk bunyi bahasa, lidah merupakan titik artikulasi, sedangkan articulator
aktifnya ialah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut bunyi
alveolar. Selain itu, gusi dapat bersama-sama dengan daun lidah (lamina)
membentuk bunyi bahasa, sehingga menghasilkan bunyi laminal. Gabungan kedua
bunyi tersebut disebut bunyi lamino-alveolar.
h. Gigi (Dentum)
Gigi terbagi
dua, yaitu gigi atas dan gigi bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, gigi yang
berperan penting yaitu gigi atas. Gigi atas biasanya bersama-sama dengan bibir
baeah atau ujung lidah. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan gigi
bawah disebut bunyi dental, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan
bibir bawah disebut labio-dental. Adapun bunyi bahasa yang terbentuk oleh gigi
atas dan ujung lidah disebut bunyi apiko-dental.
i. Bibir (labium)
Bibir dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Ketika membentuk bunyi
bahasa, bibir atas berfungsi sebagai articulator pasif bersama-sama dengan
bibir bawah yang menjadi articulator aktif. Bunyi yang dihasilkan oleh dua bibir
disebut bunyi bilabial.
J. Lidah
Ketika
membentuk bunyi bahasa, lidah berperan aktif menjadi artikulator. Lidah dapat
dibagi menjadi lima bagian,yaitu: akar lidah (root), pangkal lidah (dorsum),
tengah lidah (medium), daun lidah (lamina), dan ujung lidah (apex). Akar lidah
bersama-sama dengan tenggorokan akan menghasilkan bunyi radiko-faringan,
pangkal lidah bersama-sama dengan langit-langit lunak akan menghasilkan bunyi
dorso veral, tengah lidah bersama-sama dengan langit-langit keras akan menghasilkan
bunyi medio-palatal, ujung lidah bersama-sama dengan langit-langit keras akan
menghasilkan bunyi apiko-palatal, ujung lidah bersama-sama dengan gusi
menghasilkan bunyi apiko-alveolar, jika dengan gigi atas menghasilkan
apiko-dental.
C.
Klasifikasi
Bunyi Bahasa
(Menurut Jones, 1958: 12) Pengklasifikasian
bunyi bahasa terdiri dari: Vokal, Konsonan, dan Semivokal.
·
Berdasarkan
ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara.
1. Vokal
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan.
Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya
pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi.
Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara bergetar.
Posisi glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan
demikian, semua vokal termasuk bunyi bersuara.
2. Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang
dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini
terjadi artikulasi. Proses hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan
bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara. Jika
artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis dalam keadaan
terbuka akan menghasilkan konsonan tak bersuara.
3. Semivokal
Bunyi semi-vokal adalah
bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada saat
diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Bunyi semivokal dapat disebut
semikonsonan, namun istilah ini jarang dipakai.
·
Berdasarkan
jalan keluarnya arus udara
1.
Bunyi
nasal
yaitu bunyi yang
dihasilkan dengan menutup arus udara ke
luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar arus udara dapat keluar
melalui rongga hidung. Bunyi nasal atau sengau
dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan keluarnya arus udara. Bunyi nasal
dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut, tetapi
membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung. Penutupan arus udara ke
luar melalui rongga mulut dapat terjadi :
(1) antara kedua bibir, hasilnya
bunyi [m];
(2) antara
ujung lidah dan ceruk, hasilnya bunyi [n];
(3) antara
pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya bunyi [h]; dan
(4) antara
ujung lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi [ň].
2.
Bunyi
oral
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat
ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung,
sehingga arus udara keluar melalui mulut.
·
Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di
artikulasikan
1. Bunyi keras (fortis)
yaitu bunyi bahasa yang pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan
kuat arus.
Bunyi keras mencakupi beberapa jenis
bunyi seperti :
1) bunyi
letup tak bersuara: [p, t, c, k],
2) bunyi
geseran tak bersuara: [s],
3) bunyi
vokal: [ı]
2. Bunyi lunak (lenis)
yaitu bunyi yang pada waktu diartikulasikan
tidak disertai ketegangan kuat arus.
Bunyi
lunak mencakupi beberapa jenis seperti
1) bunyi
letup bersuara: [b, d, j, g],
2) bunyi
geseran bersuara: [Z],
3) bunyi
nasal: [m, n, ñ,h],
4) bunyi
likuida: [r, l],
5) bunyi
semi-vokal: [w, y],
6) bunyi
vokal: [i, e, o, u].
·
Berdasarkan
lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau diartikulasikan
1. Bunyi panjang dan
pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan lamanya bunyi
tersebut diucapkan atau diartikulasikan. Vokal dan konsonan dapat dibedakan
atas bunyi panjang dan bunyi pendek (Jones, 1958:136). Tanda bunyi panjang
biasanya menggunakan tanda garis pendek di atas suatu bunyi; atau menggunakan
tanda titik dua di sebelah kanannya, contohnya: [a] panjang ditulis [ā] atau
[a: ].
·
Berdasarkan
derajat kenyaringannya
Bunyi
dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring. Derajat kenyaringan
ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonansi pada waktu bunyi diucapkan.
Makin luas ruang resonansi saluran bicara waktu membentuk bunti, makin tinggi
derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.
·
Berdasarkan
perwujudannya dalam suku kata
1. Bunyi
tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata (semua bunyi
vokal atau monoftong dan konsonan).
2. Bunyi
rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu suku kata. Bunyi
rangkap terdiri dari
3. Diftong
(vokal rangkap)
Diftong yang lazim disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi
lidah sewaktu mengucapkan bunyi vokal yang satu dengan bunyi vokal yang lainnya
saling berbeda (Jones, 1958:22). Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat
diftong [oi], [ai], dan [au].
4. Klaster
(gugus konsonan)
Klaster
yang lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi atau tempat
artikulasi dari kedua konsonan yang diucapkan saling berbeda. Misalnya, dalam
bahasa Indonesia terdapat gugus [pr], [str], [dr] dan [bl].
·
Berdasarkan
arus udara
1. Bunyi egresif
yaitu
bunyi yang dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru.
Bunyi egresif dibedakan menjadi :
a. Bunyi
egresif pulmonik : dibentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru,otot perut dan
rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa
Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik.
b. Bunyi
egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis
dalam keadaan tertutup. Bunyi
egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif, yang ditandai dengan tanda
apostrof, contohnya [p’, t’, k’, s’], contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa
Kaukasus, Indian, dan Afrika (Ladefoged, 1973:25).
2. Bunyi ingresif
yaitu
bunyi yang dibentuk dengan cara menghisap udara ke dalam paru-paru.
a. Ingresif
glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus
udara. Dibentuk dengan cara
menghisap udara dan merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi
yang dihasilkannya disebut implosif, yang ditandai dengan tanda melengkung ke
sebelah kanan, contohnya [b, d, g]. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Sindhi,
Swahili, Marwari, Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
b. Ingresif
velarik : dibentuk dengan menaikkan pangkal lidah ditempatkan pada
langit-langit lunak. bersama-sama dengan
merapatkan bibir; begitu pula, ujung lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi.
Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa
Khoisa, Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28-30).
·
Geminat dan Homorgan
Geminat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik), sehingga
menimbulkan ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan assalamualaikum.
Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang terbentuk oleh alat
dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan alveolar: [t], [d], dan
[n]; konsonan bilabial [p], [b], dan [m]; konsonan palatal
[c], [j], [n] (Robins, 1980, Bab 8).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fonetik
adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai
dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut
dengan alat ucap manusia.
Fonetik
organis (artikulatoris, fisiologis) yaitu fonetik yang mengkaji dan
mendeskripsikan mekanisme alat-alat ucap manusia dalam menghasikan bunyi bahasa
(Gleason, 1955: 239). Fonetik akustis yaitu fonetik yang mengkaji dan
mendeskripsikan bunyi bahasa berdasar pada aspek-aspek fisiknya sebagai getaran
udara (Malmberg, 1963: 5). Fonetik auditoris yaitu fonetik yang mengkaji dan
mendeskripsikan cara mekanisme pendengaran penerimaan bunyi-bunyi bahasa
sebagai getaran udara (Bronstein & Jacoby, 1967:70-72).
Proses
keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2) Proses
fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3) Proses
artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4) Proses
oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung
(ladefoged,
1973: 2-3).
Klasifikasi
Bunyi Bahasa (Menurut Jones,
1958: 12) Pengklasifikasian bunyi bahasa terdiri dari: Vokal, Konsonan,
dan Semivokal.
B.
Saran
Adapun
saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai calon pendidik, harus
selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat
dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar