Jumat, 21 Maret 2014

FONETIK


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan komunikasi. Oleh karena itu pengajaran Bahasa Indonesia pada hakekatnya mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar agar seseorang dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Banyak kajian teori mengenai bahasa ini. Salah satunya kajian tentang fonologi. Sebagai calon pendidik selayaknya memahami kajian tentang fonologi ini untuk dijadikan pedoman mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia. Penyusun merasa perlu untuk menyusun makalah ini agar dapat membantu penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya untuk mengetahui tentang batasan dan kajian fonologi, beberapa pengetian mengenai tata bunyi, kajian fonetik, kajian fonemik, vocal, Konsonan, gejala fonologi Bahasa Indonesia.
Pada makalah ini juga penulis akan membahas tentang alat ucap pada manusia. Karena meskipun alat ucap manusia adalah hal yang paling dasar dalam ilmu fonologi tetapi masih banyak mahasiswa yang kurang memahami pengertian alat ucap serta bagaimana proses alat ucap itu menghasilkan sebuah bunyi yang terstruktur dan memiliki arti.
            Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik,kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah buny. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah:
1.      Jelaskan pengertian fonetik?
2.      Sebutkan jenis fonetik?
3.      Jelaskan terjadinya bunyi bahasa?
4.      Sebutkan jenis terjadainya bunyi bahasa?
5.      Jelaskan dan sebutkan alat ucap?
6.      Jelaskan  klasifikasi bunyi bahasa?
7.      Sebutkan klasifikasi bunyi bahasa?

C.    Tujuan Masalah
Ada beberapa tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1.      Memahami pengertian fonetik
2.      Mengetahui jenis fonetik
3.      Memahami terdajinya bunyi bahasa
4.      Mengetahui jenis terjadinya bunyi bahasa
5.      Memahami dan mengetahui alat ucap
6.      Memahami klasifikasi bunyi bahasa
7.      Mengetahui klasifikasi bunyi bahasa

D.    Manfaat
Melalui  fonologi berbagai manfaat diperolehi dalam konteks pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Antaranya adalah untuk memberi pengetahuan tentang ilmu fonetik dan fonologi untuk diaplikasikan secara praktik. Hal ini kerana, ilmu fonetik dan fonologi merupakan asas kepada pembentukan bahasa baku. Oleh itu, pembentukan kata serta makna adalah lebih cenderung ke arah kefahaman yang tinggi dalam pengajaran dan pembelajaran kerana tiada unsur-unsur campuran bahasa rojak dan slanga yang kadang-kadang sukar untuk difahami. Dengan itu, ilmu fonetik dan fonologi yang dipelajari perlu dipraktikkan untuk melatih diri dalam berbahasa yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Batasan dan Kajian Fonologi
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos = ‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.
Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen (fonemik).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.

B.     Objek Kajian Fonetik
1.      Pengertian Fonetik
Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
Istilah fonetik berasal dari bahasa Inggris phonetics artinya ‘ilmu yang mengkaji bunyi-bunyi tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan arti (Verhaar,1982:12; Marsono, 1989:1). Menurut Sudaryanto (1974:1), fonetik mengkaji bunyi bahasa dari sudut ucapan (parole).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik merupakan cabang fonologi yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa dari sudut ucapan, bagaimana cara membentuknya sehingga menjadi getaran udara dan dapat diterima oleh pendengaran.
2.      Jenis Fonetik
Berdasarkan sudut pandang bunyi bahasa, fonetik dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni:  (Bloch & Trager, 1942: 11; Verhaar, 1982: 12).
1)      Fonetik Organis
Fonetik organis (artikulatoris, fisiologis) yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan mekanisme alat-alat ucap manusia dalam menghasikan bunyi bahasa (Gleason, 1955: 239). Jadi, fonetik organis ini mendeskripsikan cara membentuk dan mengucapkan bunyi bahasa, serta pembagian bunyi bahasa berdasarkan artikulasinya. Fonetik ini sebagian besar termasuk ke dalam bidang garapan linguistik. Oleh sebab itu, para linguis memasukkannya pada bidang linguistik teoretis. Kajian fonetik pada BBM ini pun mendeskripsikan fonetik organis.
2)      Fonetik Akustis
Fonetik akustis yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa berdasar pada aspek-aspek fisiknya sebagai getaran udara (Malmberg, 1963: 5). Bunyi bahasa dikaji frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, beserta timbrenya. Fonetik akustis erat hubungannya dengan fisika, atau merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik dan fisika. Fonetik akustis berfungsi praktis seperti dalam pembuatan telepon, rekaman piringan hitam, cassette recorder,
3)      Fonetik Auditoris
Fonetik auditoris yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan cara mekanisme pendengaran penerimaan bunyi-bunyi bahasa sebagai getaran udara (Bronstein & Jacoby, 1967:70-72). Fonetik auditoris ini sebagian besar termasuk pada bidang neurologi (kedokteran), atau merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik dan kedokteran.

C.    Terjadinya Bunyi dan Alat Ucap
Seperti yang sudah disebutkan, bahwa fonetik (artikulatoris) mengkaji cara membentuk bunyi-bunyi bahasa. Adapun sumber kaekuatan utama untuk membentuk bunyi bahasa yaitu udara yang keluar dari paru-paru. Udara tersebut dihisap ke dalam paru-paru, kemudian dikeluarkan ketika bernafas. Ketika udara keluar dari paru-paru melalui tenggorokan, ada yang mendapat hambatan ada yang tidak mendapat hambatan.
Proses membentuk dan mengucapkan bunyi berlangsung dalam suatu kontinuum. Menurut analisis bunyi fungsional, arus bunyi yang kontinuum tersebut bisa dikategorisasikan berdasarkan segmen tertentu. Walaupun denikian, ada pula bunyi yang tidak dapat dikategorisasikan menjadi segmen-segmen tertentu yang disebut bunyi suprasegmental. Oleh sebab itu, bunyi bahasa dapat dibagi menjadi :
(1)   Bunyi segmental dan
(2)   Bunyi suprasegmental.
Proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya terbagi atas 4 macam, yakni:
(1) Proses keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2) Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3) Proses artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4) Proses oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung   
     (ladefoged, 1973: 2-3).
1.      Terjadinya Bunyi:
·         Sumber energi utama terjadinya bunyi bunyi bahasa adalah adanya udara dari paru-paru.
·         Udara dihirup ke dalam paru-paru kemudian dihembuskan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas.
·          Udara yang dihembuskan (atau dihirup untuk sebagaian kecil bunyi bahasa) mendapat hambatan di berbagai tempat alat-alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadi bunyi bahasa.
·         Tempat atau alat bicara yang dilewati diantaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung.
·          Pada waktu udara mengalir keluar pita suara harus dalam keadaan terbuka.
·         Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara, bunyi bahasa tidak akan terjadi.
·          Syarat terjadinya bunyi bahasa secara garis besar
2.      Alat ucap :
Gambar 1
jmkn.jpg
1.      Paru-paru (lungs)
2.      Batang tenggorok (trachea)
3.       Pangkal tenggorok (larynx)
4.      Pita-pita suara (vocal cords)
5.      Krikoid (cricoid)
6.       Tiroid (thyroid/lekum)
7.      Aritenoid (arythenoids)
8.      Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
9.      Epiglotis (epiglottis)
10.  Akar lidah (root of the tongue)
11.  Punggung lidah/ pangkal lidah (dorsum)
12.  Tengah lidah (medium)
13.  Daun lidah (lamina)
14.  Ujung lidah (apex)
15.  Anak tekak (uvula)
16.   Langit-langit lunak (velum)
17.  Langit-langit keras (palatum)
18.  Gusi dalam/ ceruk gigi (alveolae)
19.  Gigi atas (denta)
20.  Gigi bawah (denta)
21.  Bibir atas (labia)
22.   Bibir bawah (labia)
23.  Mulut
24.   Rongga mulut (oral cavity)
25.  Rongga hidung (nasal cavity)
Alat ucap manusia tersebut berfungsi khusus dan mandiri. Pada bagian ini di deskripsikan secara singkat fungsi alat ucap.
a.     Paru-paru (Lungs)
Paru-paru berfungsi untuk bernafas. Bernafas terdiri atas dua proses, yakni: (1) Proses menghisap udara ke paru-paru, yang berupa oksigen (O2); dan (2) Proses mengeluarkan udara dari paru-paru, yang berupa karbondioksida (CO2). Selama hidup, manusia senantiasa menghisap dan mengeluarkan uadara. Dengan demikian, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan udara yang menjadi sumber terbentuk bunyi bahasa (Pike, 1974).
b.    Pangkal Tenggorokan (Larynx)
Pangkal tenggorokan adalah rongga di ujung saluran pernapasan. Pangkal tenggorokan ini terdiri atas empat komponen, yakni: (1) tulang rawan krikoid, (2) tulang rawan Aritenoid, (3) sepasang pita suara, dan (4) tulang rawan tiroid (Malmberg, 1963:22). Tenggorokan (larynx), rongga anak tekak (pharinx), pita suara (vokal cords), dan anak tekak (uvula). Tenggorokan berfungsi untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, rongga tersebut dapat membuka atau menutup. Jika rongga tenggorokan membuka akan membentuk bunyi vokal, sebaliknya jika rongga tenggorokan menutup akan membentuk bunyi konsonan. Tentu saja, fungsi pita suara sangat penting dalam menghasilkan bunyi. Uraian mengenai fungsi pita suara dijelaskan di bawah ini.
c.    Rongga Anak Tekak (Pharynx)
Rongga anak tekak ada di antara pangkal tenggorokan dan rongga mulut dan rongga hidung. Gunanya sebagai saluran udara yang akan bergetar bersama sama dengan pita suara. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut bunyi faringal.
d.   Pita suara (Vokal Cords)
Bunyi yang dihasilkan pita suara diatur oleh sistem otot aritenoid. Pita suara bagian depan mengait pada tulang rawan tiroid. Adapun pita suara bagian belakang mengait pada tulang rawan Aritenoid. Pita suara dapat membuka luas atau menutup, fungsinya sebagai katup yang ngatur jalannya udara dari paru-paru ketika melalui tenggorokan. Akibat membuka dan menutup pita suara, akan memunculkan rongga di antara pita suara yang disebut glotis. Posisi glotis ada empat macam, yakni: membuka lebar, membuka, menutup, dan menutup rapat. Proses bergetarnya pita suara tersebut disebut proses fonasi. Proses teresebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Proses membuka-Nutupnya Glotis
Posisi Glotis akan mempengaruhi pola terbentuknya bunyi bahasa. Jika posisi glotis membuka akan menghasilkan bunyi tak bersuara. Sebaliknya, jika posisi glotis menutup akan menghasilkan bunyi bersuara. Di bawah ini dijelaskan posisi pita suara ketika membentuk bunyi bahasa.
1.       Posisi pita suara ketika bernafas
Ketika bernafas, pita suara membuka lebar sehingga udara yang keluar dari paru-paru melalui tenggorokan tidak ada yang menghalangi. Posisi pita suara seperti ini umumnya menghasilkan bunyi vokal, bunyi [h p,t,s k].

2.      Posisi pita suara bergetar
Jika pita suara bergetar, bagian atasnya membuka sedikit sehingga membentuk bunyi [b,d,g,m,r]. Jika pita suara tidak bergetar, akan menghasilkan bunyi [p,t,c,k,f,h,s].
3.       Posisi pita suara ketika ngengucapkan bunyi glotal
Ketika ngucapkan konsonan glotal, pita suara menutup sehingga bunyi yang melalui tenggorokanberhenti sejenak, dan menghasilkan bunyi hamzah [?].
4.       Posisi pita suara ketika berbisik
Posisi pita suara ketika berbisik, bagian bawahnya menutup sedikit, udara yang keluarnya pun berkurang sehingga bunyi–bunyi bahasa tersebut tidak jelas terdengarnya.
Macam-macam Posisi Glotis
Gambar 2
Macam-macam posisi glotis
Plered 1-20130304-00154.jpg
e.    Langit-langit Lunak (Velum) dan Anak tekak (Uvula)
Langit-langit lunak (velum) beserta bagian ujungnya yaitu anak tekak (uvula) dalam menghasilkan bunyi bahasa, dapat turun atau naik. Ketika bernafas normal, langit-langit lunak dan anak tekak tersebut turun, sehingga udara dapat leluasa melalui hidung, termasuk ketika membentuk bunyi nasal. Ketika menghasilkan bunyi nonnasal, langit-langit lunak dan anak tekak naik menutup rongga hidung. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh langit-langit lunak disebut bunyi velar. Adapun bunyi yang dihasilkan dengan hambatan anak tekak disebut bunyi uvular.
f.      Langit-langit Keras (Palatum)
Langit-langit keras merupakan susunan tulang-belulang. Bagian depannya mulai dari langit-langit cekung ka atas, kemudian diikuti oleh bagian belakang yang lunak. Menghasilkan bunyi bahasa, langit-langit keras menjadi artikulator pasif. Adapun artikulator aktifnya ialah ujung lidah dan tengah lidah.  Bunyi yang dihasilkan oleh langit-langit keras disebut bunyi palatal, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah (apex) disebut bunyi apical. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah (medium) disebut bunyi medial. Bunyi-bunyi tersebut biasa digabungkan menjadi apikopalatal dan medio-palatal (Bloch & Trager, 1942:15).
g.    Gusi (Alveolum)
Gusi merupakan tempat tumbuhnya gigi. Gusi dapat disebut daerah kaki gigi. Dalam membentuk bunyi bahasa, lidah merupakan titik artikulasi, sedangkan articulator aktifnya ialah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut bunyi alveolar. Selain itu, gusi dapat bersama-sama dengan daun lidah (lamina) membentuk bunyi bahasa, sehingga menghasilkan bunyi laminal. Gabungan kedua bunyi tersebut disebut bunyi lamino-alveolar.
h.   Gigi (Dentum)
Gigi terbagi dua, yaitu gigi atas dan gigi bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, gigi yang berperan penting yaitu gigi atas. Gigi atas biasanya bersama-sama dengan bibir baeah atau ujung lidah. Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan gigi bawah disebut bunyi dental, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh gigi atas dan bibir bawah disebut labio-dental. Adapun bunyi bahasa yang terbentuk oleh gigi atas dan ujung lidah disebut bunyi apiko-dental.
i.      Bibir (labium)
Bibir dibagi menjadi dua bagian, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Ketika membentuk bunyi bahasa, bibir atas berfungsi sebagai articulator pasif bersama-sama dengan bibir bawah yang menjadi articulator aktif. Bunyi yang dihasilkan oleh dua bibir disebut bunyi bilabial.
J.  Lidah
Ketika membentuk bunyi bahasa, lidah berperan aktif menjadi artikulator. Lidah dapat dibagi menjadi lima bagian,yaitu: akar lidah (root), pangkal lidah (dorsum), tengah lidah (medium), daun lidah (lamina), dan ujung lidah (apex). Akar lidah bersama-sama dengan tenggorokan akan menghasilkan bunyi radiko-faringan, pangkal lidah bersama-sama dengan langit-langit lunak akan menghasilkan bunyi dorso veral, tengah lidah bersama-sama dengan langit-langit keras akan menghasilkan bunyi medio-palatal, ujung lidah bersama-sama dengan langit-langit keras akan menghasilkan bunyi apiko-palatal, ujung lidah bersama-sama dengan gusi menghasilkan bunyi apiko-alveolar, jika dengan gigi atas menghasilkan apiko-dental.

C.    Klasifikasi Bunyi Bahasa
(Menurut Jones, 1958: 12) Pengklasifikasian bunyi bahasa terdiri dari: Vokal, Konsonan,  dan Semivokal.
·         Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara.
1.      Vokal
Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi. Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara bergetar. Posisi glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali. Dengan demikian, semua vokal termasuk bunyi bersuara.
2.       Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Proses hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis dalam keadaan terbuka akan menghasilkan konsonan tak bersuara.
3.       Semivokal
Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Bunyi semivokal dapat disebut semikonsonan, namun istilah ini jarang dipakai.
·         Berdasarkan jalan keluarnya arus udara
1.      Bunyi nasal
yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara ke  luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar arus udara dapat keluar melalui rongga hidung. Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut, tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung. Penutupan arus udara ke luar melalui rongga mulut dapat terjadi :
(1)  antara kedua bibir, hasilnya bunyi [m];
(2) antara ujung lidah dan ceruk, hasilnya bunyi [n];
(3) antara pangkal lidah dan langit-langit lunak, hasilnya bunyi [h]; dan
 (4) antara ujung lidah dan langit-langit keras, hasilnya bunyi [ň].
2.      Bunyi oral
 yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut.
·         Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di artikulasikan
1.      Bunyi keras (fortis)
yaitu bunyi bahasa yang pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kuat arus.
Bunyi keras mencakupi beberapa jenis bunyi seperti :
1) bunyi letup tak bersuara: [p, t, c, k],
2) bunyi geseran tak bersuara: [s],
3) bunyi vokal: [ı]
2.   Bunyi lunak (lenis)
 yaitu bunyi yang pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketegangan kuat arus.
Bunyi lunak mencakupi beberapa jenis seperti
1) bunyi letup bersuara: [b, d, j, g],
2) bunyi geseran bersuara: [Z],
3) bunyi nasal: [m, n, ñ,h],
4) bunyi likuida: [r, l],
5) bunyi semi-vokal: [w, y],
6) bunyi vokal: [i, e, o, u].
·         Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau diartikulasikan
1.      Bunyi panjang dan pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan lamanya bunyi tersebut diucapkan atau diartikulasikan. Vokal dan konsonan dapat dibedakan atas bunyi panjang dan bunyi pendek (Jones, 1958:136). Tanda bunyi panjang biasanya menggunakan tanda garis pendek di atas suatu bunyi; atau menggunakan tanda titik dua di sebelah kanannya, contohnya: [a] panjang ditulis [ā] atau [a: ].
·         Berdasarkan derajat kenyaringannya
          Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring. Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonansi pada waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang resonansi saluran bicara waktu membentuk bunti, makin tinggi derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.


·         Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata
1.      Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata (semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan).
2.      Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari
3.      Diftong (vokal rangkap)
Diftong yang lazim disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu mengucapkan bunyi vokal yang satu dengan bunyi vokal yang lainnya saling berbeda (Jones, 1958:22). Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat diftong [oi], [ai], dan [au].
4.      Klaster (gugus konsonan)
Klaster yang lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi atau tempat artikulasi dari kedua konsonan yang diucapkan saling berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat gugus [pr], [str], [dr] dan [bl].
·         Berdasarkan arus udara
1.      Bunyi egresif
yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif dibedakan menjadi :
a.  Bunyi egresif pulmonik : dibentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru,otot perut dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik.
b. Bunyi egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis dalam keadaan tertutup. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif, yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya [p’, t’, k’, s’], contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus, Indian, dan Afrika (Ladefoged, 1973:25).
2.      Bunyi ingresif
yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara menghisap udara ke dalam paru-paru.
a.  Ingresif glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus udara. Dibentuk dengan cara menghisap udara dan merapatkan pita suara sehingga glotis menutup. Adapun bunyi yang dihasilkannya disebut implosif, yang ditandai dengan tanda melengkung ke sebelah kanan, contohnya [b, d, g]. Contohnya bunyi-bunyi dalam bahasa Sindhi, Swahili, Marwari, Ngadha, dan Sawu (Ladefoged, 1973:26).
b. Ingresif velarik : dibentuk dengan menaikkan pangkal lidah ditempatkan pada langit-langit lunak. bersama-sama dengan merapatkan bibir; begitu pula, ujung lidah dirapatkan ke dalam gigi/gusi. Contohnya  bunyi-bunyi dalam bahasa Khoisa, Xhosa, dan Zulu (Ladefoged, 1973:28-30).
·         Geminat dan Homorgan
          Geminat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik), sehingga menimbulkan ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan assalamualaikum. Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang terbentuk oleh alat dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan alveolar: [t], [d], dan [n]; konsonan bilabial [p], [b], dan [m]; konsonan palatal [c], [j], [n] (Robins, 1980, Bab 8).












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
Fonetik organis (artikulatoris, fisiologis) yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan mekanisme alat-alat ucap manusia dalam menghasikan bunyi bahasa (Gleason, 1955: 239). Fonetik akustis yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan bunyi bahasa berdasar pada aspek-aspek fisiknya sebagai getaran udara (Malmberg, 1963: 5). Fonetik auditoris yaitu fonetik yang mengkaji dan mendeskripsikan cara mekanisme pendengaran penerimaan bunyi-bunyi bahasa sebagai getaran udara (Bronstein & Jacoby, 1967:70-72).
Proses keluarnya bunyi dari paru-paru,
(2) Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan,
(3) Proses artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator dan,
(4) Proses oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung   
     (ladefoged, 1973: 2-3).
Klasifikasi Bunyi Bahasa (Menurut Jones, 1958: 12) Pengklasifikasian bunyi bahasa terdiri dari: Vokal, Konsonan,  dan Semivokal.

B.     Saran 
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai calon pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar